Aldy Istanzia Wiguna
PERSATUAN ISLAM DAN BAHASA
INDONESIA
Dalam
perjalanan usianya yang nyaris mencapai satu abad ini. Persatuan Islam telah
memberikan banyak kontribusi dalam perjalanan sejarah republik. Salah satu yang
terkenang dan sering terluputkan adalah kontribusi Persatuan Islam dalam bidang
bahasa khususnya dalam penggunaan bahasa Indonesia (bahasa Melayu) pada medio
awal kehadirannya.
Hal
ini terungkap dari bahasa yang dipilih para founding father Persis pada tahun
1923 ketika pertama kali mendirikan Persis. Dimana para founding father ini
justru memberi nama organisasi yang didirikannya dengan menggunakan bahasa
Melayu bukan dengan bahasa Arab seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Sarekat
Islam, Jam’iyyatul Khair, Al-Irsyad, Mathlaul Anwar dll.
SASTRA DALAM RAHIM PERSATUAN
ISLAM
Bila
menilik pada perjalanan intelektualnya. Dakwah Persatuan Islam tidak hanya
didominasi oleh perdebatan-perdebatan saja. Melainkan menyentuh pula dakwah
budaya. Hal ini terlihat dari hadirnya beberapa sajak yang dipublikasikan di
majalah Pembela Islam yang merupakan majalah tertua di Persatuan Islam. Sajak
pertama yang dipublikasikan di majalah tersebut berjudul ‘Sadarlah’ yang
ditulis seorang penulis bernama Nasbiroe. Sebuah sajak yang menyeru kepada
sekalian kaum muslimin di Nusantara untuk bersikap terhadap persoalan agama
yang saat itu dilecehkan oleh kaum sekuler melalui media massanya yakni Djawa
Hisworo.
Selain
itu, masih di majalah Pembela Islam pula ditemukan sajak yang ditulis oleh Buya
Hamka dalam rangka mengenang perjuangan seorang Umar Mukhtar, pejuang muslim
dari Afrika.
Selain
sajak, pada tahun 1930-an pula terbit roman perdana bapak Mohammad Natsir yang
berjudul ‘Salah Jalan’.
Lalu
sekitar tahun 1950-an guru utama Persatuan Islam yakni Ahmad Hassan menerbitkan
kumpulan sajaknya sebanyak dua jilid yang diberi judul ‘Sjair’ dan
kumpulan pepatahnya yang dipublikasikan melalui majalah Pembela Islam dengan
judul ‘Kitab Pepatah’ sebanyak dua jilid. Selain menulis Sjair, Ahmad
Hassan pun tercatat menulis kumpulan cerita pendek yang diberi judul Tertawa
sebanyak empat jilid dan kumpulan nasihat sebanyak 4 jilid pula yang diberi
judul Hai Puteraku, Hai Puteriku, Hai Cucuku, dan Hai Anakku.
Selain
itu, konsepsi dakwah melalui kebudayaan di Persatuan Islam rupanya telah
dirumuskan oleh KH M Isa Anshary yang mana rumusan tersebut disempurnakan oleh
Pak Natsir dalam bukunya yang berjudul ‘Capita Selecta’.
Melihat
sekilas perjalanan sejarah tersebut menarik bila disimpulkan bahwa dakwah
melalui kebudayaan khususnya sastra telah mengakar kuat dalam perjalanan
sejarah Persatuan Islam.
GENEALOGI
ULAMA BUDAYAWAN PERSIS
Bila
ditelusuri lebih jauh, untuk genealogi ulama budayawan di Persatuan Islam
bermuara pada dua titik yakni genealogi Bandung yang diwakili oleh Ust
Abdurrahman dan genealogi Bangil yang diwakili oleh Ust Abdul Qadir Hassan. Kedua
genealogi ini tersambung secara langsung kepada Ahmad Hassan sebagai guru
utama. Dari kedua sosok ini, lahirlah banyak ulama dan intelektual Persatuan
Islam yang menyusun karya budaya baik karya sastra maupun karya lainnya. Adapun
dari genealogi Bandung atau murid-murid Ustadz Abdurrahman yang tercatat
menulis karya sastra adalah E Abdullah, E Saifuddin Anshary (putera Pak Isa
Anshary), Maman Nurzaman Romly, Utsman Sholehuddin, Suraedi, Syarief Sukandy,
Wawan Shafwan Sholehuddin, Enung Nurhayati dan Rudi Rusyana. Adapun dari
genealogi Bangil atau murid-murid Ust Abdul Qadir Hassan yang menulis karya
sastra antara lain Abidah El Khalieqy dan Ahmad David Khalilurrahman.
Genealogi Ulama Budayawan Persatuan Islam